creative commons logo

share by nc nd

Artikel boleh diredistribusi/disalin dengan syarat ditandai penulisnya, tidak dijual, dan syarat ini tidak boleh dirubah. Baca selengkapnya.

Sabtu, 03 September 2011

Tentara Itu… #3

Kami berbaring di kasur. Ya tuhan, ini hari yang sangat melelahkan. Secara fisik dan mental. Segera setelah mandi, gw sama Ben jalan keluar dan keliling Cimahi dan Bandung. Kami nggak pake angkot. Angkot dipake kalo jarak yang dipake buat jalan terlalu jauh. Kaki gw capek banget. Mungkin Ben udah kebiasa jalan, jadi kayaknya nggak capek-capek amat kayak gw.

Secara fisik capek, secara mental gw juga kayak abis ketabrak KRD. Kita pergi ke BIP nyaris sore hari. Duh homo-homo yang mangkal disana matanya udah kayak pengen makan Ben! Seharian gw bikin pandangan 'jangan-ganggu-laki-gw!' ke mereka. Dan sepertinya Ben nggak nyadar soal ini, dia asik asik aja jalan sambil kadang merangkul. Fuck!

"Apa?" Ben menyadarkan gw dari lamunan. Gw bangun dan duduk di kasurnya, sambil ben mengelus pahaku.

"Capek. Tadi banyak banget yang ngeliatin kamu jalan sama saya."

"Ngeliatin? Emang kami semacam artis?"

"Kalau ada artisnya, bukan saya, tapi kamu."

"Maksudnya?"

"Gini, ada beberapa teritorial di Bandung yang memang penuh dengan…orang seperti kita?"

"Maksudnya? Sama sama homo gitu?"

"Ng…" Gw mempertimbangkan apakah kata-kata itu bisa dibilang kasar atau enggak. Tapi insting gw bilang lha emang gw homo, trus mau apa lagi? "Iya begitu, homo"

"Trus?"

"Tadi itu mereka sibuk ngeliatin kita…atau kamu tepatnya. Dan matanya seolah pengen ngerampok kamu dari saya."

"Peduli amat." jawab Ben, singkat, padat, tegas.

"Seharian saya ngashih tanda buat para hewan buas itu kalau kamu milik saya, jangan coba coba sentuh."

"Hahaha, aku gak peduli To! Mereka cuma iri. Mereka nggak bisa jalan dengan orang lain. Mereka…belum punya orang lain buat dicintai dan mencintai! Mereka terlalu sibuk mikirin selangkangan mereka!"

"Dan kamu?"

"Hey, jangan salah sayang. Gw juga mikir soal selangkangan." tangkas Ben sambil meremas kontol gw, yang langsung mengeras secara instan.

"Hmmm..." gw melenguh, ke sentuhannya.

Ben pun duduk di samping gw.

"Aku gak peduli pandangan mereka. Karena aku terlalu sibuk memamerkan pacar aku yang baru! Hehehe. Malas banget aku harus ngurusin pandangan mereka. Lebih baik aku mengurusi apa yang kamu mau, apa yang jadi perasaan kamu, gak perlu ngurusi perasaan mereka kan?"

"Dunia ini cuma berdua, dan yang lain cuma numpang gitu?"

"Ya gitu lah..." Ben nyengir kayak kuda. Nyengir-nyengir horny. Kemudian dia mencium gw lembut.

"Kita harus peduli Ben, nggak bisa enggak. Kamu punya kerjaan..."

"Ngomong-ngomong kerjaan. Aku belum tau, kamu sudah lulus SMA kan? Mau kuliah?"

"Tepatnya…maunya…kuliah. Bukan mau kuliah. Saya gak bisa kuliah soalnya biayanya nggak ada. Kamu tau kan, orangtuaku dua duanya udah nggak ada."

"Lalu gimana kamu mau ngelanjutin hidup kamu?

"Aku..."

Pikiran gw tiba-tiba buntu. Gw gak mau jadi pelacur buat Ben. Gw gak mau jadi beban buat Ben. Sesuatu harus gw lakukan buat hidup gw. Gw rasa gw termasuk yang masuk dalam filosofi lama. Setiap cowok harus mampu menghidupi dirinya sendiri. Dan biasanya gw tambahin: dan harus mampu menyenangkan hidupnya sendiri.

"…udah kamu kuliah aja. Aku yang biayai."

"Ooo tidak bisa..." aku menjawab seperti Sule.

"Kenapa?"

"Nggak bisa aja."

"Nilai kamu jelek? Gak cukup mampu? Otak gak kesampaian? Dari yang aku tahu selama 2 hari kebelakang ini, aku rasa kamu bukan orang yang bodoh. Iya kan?"

"Ya…begitulah"

"Lalu...?"

Lama gw berpikir, nggak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutku. Ben tampaknya tahu aku sedang berpikir keras buat nyari alasan. Matanya bilang dia tau alasan jelasnya. Tapi dia kayaknya perlu gw buat ngomong sendiri.

"Yanto, tolong percaya abang ya."

Gw menatap matanya, kemudian menunduk dan menarik nafas panjang. Gw kayak kejebak dengan pertanyaan klasik lagi "Aku nggak mau jadi beban buat abang."

"Beban keuangan maksudmu?"

Oh my god, here we go talk about money. Gw menghindari ngomong soal uang karena ini hal yang paling sensitif yang bisa memecah semua pasangan homo dan belum-menikah di muka bumi. Soal duit. Semua homo dan manusia yang belum menikah punya ego. Ego yang bilang mereka mampu menghidupi dirinya sendiri.

Aku hanya menunduk.

"Sayang, kita bedua sudah memutuskan untuk menjalani sisa hidup ini bersama kan? Lalu apa lagi? Kita bisa berbagi, jangan khawatir. Gaji aku cukup untuk menghidupi kita berdua. Kalau kamu sudah lulus kuliah, kan kamu bisa bekerja, atau buka usaha. Dan kamu mulai berbagi dengan aku. Bisa kan?"

"Tapi…itu kan lama Ben."

"Aku nggak peduli lama atau sebentar. Semua butuh proses. Kalau kita nggak mulai proses itu, kita nggak pernah sampai ke garis finis."

Aku nyengir. Iya juga.

"Jadi?" tanya Ben.

Aku hanya memeluk Ben. dan dia berbisik. "Inget aja, sekarang nggak ada kamu dan aku. Yang ada kita. Kamu punya masalah, kamu bilang. Aku punya masalah, aku bilang. Yang aku nggak bisa bilang ke kamu cuma mungkin beberapa rahasia negara yang aku pegang."

Aku melepaskan Ben dari pelukan. "Saya tau kok. Resiko jadi pacar tentara. Nomor satu selalu negara, nomor dua baru saya."

Ben ketawa. "Kok profesional sih? Pernah ya?"

"Denger dari tetangga aja, ada yang istrinya tentara. Tiap malem ribut kalo suaminya pulang. Selingkuhlah ini-lah itu-lah."

"Aku nggak bakalan selingkuh kok. Jam lima teng aku sudah pulang. Nggak kemana-mana."

"Kamu boleh kemana-mana kok. Pulang jam berapa aja. Ini kan kosan kamu..."

Mulut gw tiba-tiba kering.

"Ini juga kosan kamu. Nanti kita bikin duplikat kuncinya biar kamu bisa masuk kapan aja."

"Nggak semudah itu kan? Maksud saya, belum tahu nanti kedepan seperti apa pengaturan hidup kita."

"Dibawa mudah aja To. Jangan terlalu dipikirin. Aku akan urus itu semua. Percaya, ok?"

Ben mencium gw di dahi. Dia membaringkan gw di kasur dan terus menciumku turun ke hidung, dan mendarat di mulut… dan leher… dan dada...  . "Mmmm… Saya bener-bener cinta kamu Ben."

"Aku pengen kamu… sekarang." Suaranya pelan tapi tegas menusuk. Kebiasaan tentaranya keluar. Dia membuka kaosku sambil terus menciumku. Terbuka kaos dia melanjutkan serangannya ke puting gw.

"Auhhh… Ben..."

Ben nggak berkata apapun. Dia terus menjilati dan menggigiti puting gw, dan gw terngial ngial nggak bisa nahan nafsu lagi, gw cium dahinya, gw raba punggungnya… raba? mungkin setengah nyakar tepatnya. Enak banget. Ben ahli banget mainin puting gw. Dan semakin lama puting gw semakin menegang, semakin keras, dan gw semakin pengen ngecrot.

Sebelum gw ngecrot akhirnya Ben pindah ke lebih bawah lagi. menarik celana gw yang udah longgar dan sibuk membenamkan mukanya di bulu jembut gw yang tipis. Biasanya jembut gw cukur, tapi udah agak lama mungkin sekitar satu dua minggu gw belum merapikan jembut.

"Hmmm… aroma jembut… enak banget..." Ben menghirup aroma jembut gw, aroma selangkangan gw, sekitar kontol gw yang udah tegang keras ngaceng dan mengeluarkan cairan beningnya.

Dalam sekali lahapan, ben memangsa kontol gw, sampe nyaris ke akar. Kontol gw yang 16cm dan cukup gemuk itu dilahap hampir tiga perempatnya. Kehangatan yang luar biasa naik turun mulut Ben di kontol gw juga bikin gw kalang kabut. Gw hampir aja gak bisa tahan diri buat ngecrot, sampe akhirnya Ben menarik lagi isepannya.

Jilatan dan gigitan Ben belum berakhir, dia turun lagi ke bagian peler gw. dijilat lagi dipegang lagi, ditimbang lagi… dijilat lagi… rasanya bikin merem melek, nggak kuat.

"Ohhh Benn....."

Gw kira Ben bakal berhenti di situ ternyata enggak. Ben terus menuju ke selangkangan gw, bagian bawah biji peler gw. "Bennnn!!!! Jangan… ooohhh..."

"Kenapa?"

"Takut… kotor."

"Berani kotor itu enak kok." Dengan diucapkannya kata kata plesetan iklan itu Ben kembali melanjutkan gigitan dan jilatannya di sekitar lobang bool gw. Dengan tangannya yang kekar dan berotot Ben mengangkat kedua pahaku tinggi-tinggi. Matanya berbinar melihat lobang bool gw, dan… hap… dijilatinya lobang bool gw dengan lidahnya yang menari-nari, gak cukup disitu, pelan pelan Ben memasukkan jarinya yang gede-gede itu ke bool gw.

"Aaaaaaaaaaaaaahhh..." aku cuma bisa mendesah panjang saat Ben mulai memainkan bool gw. Sampe… ceprot… "Fuckkkkk..."

"Kena deh tombolnya." Ben nyengir di sela sela jilatannya.

"Dasar lo tentara homo… tau aja..." Dan Jari ben melanjutkan meraba-raba prostatku. Aku terngial ngial nggak karuan. Kayaknya lama banget Ben memainkan lobang bool gw,s ampe gw gak tahan "Udah Ben... Entot aja… Please..."

"Nggak bilang dari tadi."

"Koplok lo."

Ben mengambil pelicin dan meneteskannya di lobang gw dan meratakannya di kontolnya. Kemudian pelan-pelan Ben memasukkan kontolnya yang 17cm dan gemuk ada sebesar botol air mineral merek paling terkenal itu. "Kalo sakit bilang ya."

"Oh god… ya tuhan… oh… oh… oh… oh..." Gw mendesah dan menarik napas panjang saat kontol Ben pelan pelan merayap masuk ke rongga pantat gw. Dan gak lama kemudian gw merasakan gelitikan jembut Ben yang habis dicukur di pantat gw. Gw merasa sangat penuh, di saat yang sama sangat merasakan keenakan yang luar biasa.

"Masuk semua, tarik nafas sayang..."

Ben pelan pelan mulai mengentot gw, tarikannya sedang, nggak terlalu cepet dan nggak terlalu lama. Gw melenguh di sela sela tiap tarikan dan dorongannya. Ya tuhan, gw bisa ngecrot sukarela kalo begini. Gw semakin menggila, gw membiarkan Ben mengontrol kecepatan entotannya, tapi gw sendiri semakin nggak tahan… CROTTTTTT...

"Satu..."

"Hahh… hahhh… hahhh… hahh..." pancutan gw jauh ke muka dan dada gw. Dan Ben tampaknya belum apa apa. Dengan kecepatan yang sama dia lajut mengentot gw lagi. Dan edannya kontol gw kembali mengeras setelah hanya beberapa entot aja. Gila, ini bener bener gila. Gw merasakan kehangatan luar biasa di pantat gw. Dan Ben… kontol Ben… Ahhhhh!

Ben terus mengentot gw, entah berapa lama. Gw terus melenguh, dan melenguh kini dia menjilati putingku lagi, tetap dengan entotannya yang teratur, nggak kehilangan kecepatan.

"Mmm… MMMM… MMMMM!!!!" Diantara ciumannya dan gesekan perutnya dengan kontolku… CROOOOOT… kontol gw kembali muncrat buat yang kedua kalinya.

"Dua..."

"Ben… aahhh..." dia nggak berhenti ngentot gw, dan gw kembali ngaceng lagi. Dan keras lagi. Maunya apa sih? Mau ngabisin persediaan peju gw? Ah… gw semakin nggak tahan. Di dalam pelukannya gw terus menggelinjang, setengah mencakar punggungnya, memelintir putingnya meraba otot bisep nya, segalanya gw lakukan. Gw udah masuk ke tahap gila kali ya, gila akan kontol yang mengentoti gw, kontol tentara yang bernama Bernhard ini.

"Ben… Entot yang kenceng Ben! Saya gak tahan lagi Ben…"

Dan Ben pun menatap mata gw, nyengir dan mulai meningkatkan kecepatannya. "Ohhh… ooooh… ohhhh." Lenguhan gw semakin keras karena Ben sekarang mengentoti gw seperti besok dia bakal pergi perang.

"Aggggggh Beeeeeeeeeeen!!!" CROTTTTT CROTTTTT CROOOT!

Lagi-lagi gw muncrat melewati dada gw. Dan Ben mengaum keras seperti Singa yang sedang menerkam mangsanya. Menghujamkan kontolnya sedalam mungkin ke bool gw dan CROTTTTTT… CROTTTT CROOOOOOTTT… peju Ben tumpah ke bool gw.

"Agggggggggggh…" Ben mendengus lama, mengatur napasnya, muncrat yang sangat panjang dan lama. Gw merasa bool gw semakin penuh, dan peju Ben meleleh dari pinggiran bool gw.

Setelah nafasnya lebih teratur, Ben mencium gw. Dan kemudian kebawah lagi. Ya tuhan… dia menghisap lagi pejunya yang udah ditanamnya jauh ke pantat gw. pelan pelan dia menjilat lobang gw. Aku hanya bisa melenguh. "Ben..."

Dia naik lagi dan mencium gw. Gw merasakan pejuh gw di mulut Ben bercampur dengan rasa lainnya. Mungkin kalau orang lain merasa jijik, gw sebaliknya. Gw menerima pejuhnya, dan kemudian memberikannya kembali dan terus begitu sampai tidak ada pejuh yang bersisa bertukaran di mulut kami.

Keuntungan seks sesama cowok ini banyak. Yang pertama adalah gw gak harus khawatir tentang yang namanya 'afterplay'. Kebanyakan cowok langsung kecapean dan bobo nggak lama setelah ngentot. Dan begitu juga yang dirasakan oleh Ben dan gw. Cape. Bersih bersihnya nanti aja.


Hidup terlalu mudah untuk disia-siakan. Maka gw dan Ben segera mengadakan kompromi di kehidupan. Gw ngambil kuliah di Dipati Ukur di salah satu universitas disana. Dan ingin tetep punya waktu banyak dengan Ben. Jalan satu satunya ya gw tinggal di kosan dia.

Sabtu pagi itu, Ben yang memang libur ngeliat muka gw yang rada nggak biasanya. Ya, seks kita luar biasa banget. Tapi kita nggak tinggal bareng. Kita masih tinggal kepisah. Gw di Babakan Surabaya, Kiaracondong, dan dia di Cimahi. Cuma satu kali naik kereta, tapi jaraknya cukup jauh.

Kita sering tidur bersama. Kadang gw nginep di Cimahi, atau weekend nginep di Kircon. Ben nggak bisa nginep di Kircon di hari biasa karena nggak ada kereta yang bakal tepat waktu nganterin dia sampe ke Pusdikhub saat apel pagi. Jadi kadang kita tidur terpisah setelah salah satu dari kita nemuin yang lain.

"Kapan semester dua mulai?"

"Senin depan." Gw mengunyah kupat tahu dengan kurang semangat.

"Oh, dua hari lagi ya?

"Iya."

Ben menggumam sebentar, "Sudah saatnya. Ayo berkemas. Kita pindah."

"Apa?"

"Aku sudah nyewa rumah di Cimahi. Ayo kita pindah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan pendapat anda tentang sajian kami...