creative commons logo

share by nc nd

Artikel boleh diredistribusi/disalin dengan syarat ditandai penulisnya, tidak dijual, dan syarat ini tidak boleh dirubah. Baca selengkapnya.

Kamis, 28 Februari 2008

Diciduk Dari Perempatan Terlarang #1

Jalan veteran sejak dulu merupakan lokasi alternatif bagi para pekerja seks komersial, terutama wanita, untuk menjajakan dirinya. Saat malam minggu tiba, walaupun masih bisa dihitung dengan jari, kita sendiri bisa melihat, beberapa pekerja seks, sibuk berbincang, menawarkan diri, dan memberi kepuasaan sesaat, di tempat, ataupun ditempat lain yang diinginkan. Sedikit lebih malam saja, sebutlah jam satu atau dua pagi. Para pekerja semakin berani, mereka yang jasanya belum laku atau belum terjual, mulai berani membuka diri. Ya, membuka diri dalam arti yang sebenarnya.

Mungkin sebenarnya tidak terlalu terbuka juga, masih terbalut kain kain tipis, yang... kalau disorot oleh lampu mobil, kita tidak perlu repot untuk melihat susu ataupun memek dari para pekerja seks komersial itu.

Bagi para pendatang, perempatan-perempatan di jalan veteran terlihat biasa biasa saja. Tidak ada hal yang mencolok di perempatan tersebut. Namun ternyata, salah satu perempatan, menyimpan rahasia yang dalam. Yang jika diketahui oleh para homoseksual, dijamin, mereka akan lebih memilih ngumpul di situ daripada di gasibu, atau BIP.

Tetap saja, hanya yang terpilihlah yang beruntung.

Seperti malam itu, ketika Asep pulang malam, lembur dari tempat kerjanya di jalan veteran. Asep harus naik angkot di sebuah perempatan. Asep tahu, sekarang sudah jam 11 malam. Angkot yang Asep ingin tumpangi, sudah sedikit sekali yang beroperasi. Bahkan kalau Asep tidak beruntung, Asep harus naik angkot tiga kali untuk menuju ke tempat istirahatnya.

Asep duduk di etalase sebuah toko, tepat di perempatan yang menyimpan rahasia besar itu. Menunggu angkot, Asep menyedot rokoknya.

"Sudah terlambat rasanya, apa sebaiknya aku ke kebon kelapa saja?" gumam Asep.

Asep menyalakan batang rokoknya yang kedua, jam sudah menunjukkan hampir pukul 11.30. Asep sudah akan beranjak ke terminal kebon kelapa ketika...

"Malam dik, sedang apa?"

Seseorang bermotor berhenti di depan Asep. Asep kaget.

"Saya sedang nunggu angkot pak."

"Oh, naik angkot apa?"

"Gedebage"

"Sudah habis itu. Saya antar saja mau? Searah kok, saya di dekat Samsat."

"Boleh. Terimakasih pak!"

Seperti yang dikatakan oleh guru guru kita ketika SD, adalah bodoh menerima ajakan orang yang tidak dikenal. Siapa tahu dia adalah perampok. Tapi Asep jelas tidak takut, karena orang yang memberi tumpangan kepada Asep adalah seorang polisi.

Asep tak perlu ragu bahwa itu bukan polisi gadungan, sebab orang itu memakai jaket yang di punggungnya ada tulisan POLISI, dan tentu saja, dia menunggangi motornya yang juga inventaris negara, berplat cokelat.

Tak mungkin, hampir tak mungkin, ada perampok, yang menunggangi motor besar polisi, memakai jaket polisi, dan berhelm putih yang betuliskan polisi. Kalaupun ada, pasti perampok itu sedang sibuk melarikan diri dikejar-kejar oleh polisi yang asli.

Asep naik ke motor itu.

"Peluk yang kuat ya, saya terbiasa agak ngebut kalau malam. Takut jatuh nanti."

"Iya pak."

Demikianlah Asep, pulang dari jalan veteran, diantar oleh seorang polisi.

Asep pun memeluk erat polisi tersebut sesuai yang diperintahkan kepadanya. Walaupun tidak diperintah sekalipun, rasanya Asep akan tetap memeluk erat polisi itu. Memeluk polisi itu memberikan kehangatan, dan kepuasan batin. Setidaknya itu yang diingat oleh Asep, ketika dia memeluk ayahnya dulu yang juga seorang polisi.
Namun nasib berkata lain, Asep, tidak cocok menjadi polisi, matanya tidak sempurna. Bukan, bukan buta atau rabun, Asep buta warna, Asep tak bisa melihat warna merah, dan hijau, warna paling penting di kepolisian. Dan lebih parah lagi, ketika Asep dites, warna merah dan hijau, tampak sama dengan warna abu-abu. Asep, walaupun dengan dukungan ayah dan kakak kakaknya, gagal masuk polisi.

Motor melaju kencang ke simpang lima, gatot subroto, BKR, buahbatu...

"Eh saya ada yang kelupaan. Ke pos sebentar ya?"

"Iya pak, tidak apa apa. Bisa numpang juga udah syukur."

Polisi itu membelokkan lagi motornya ke sebuah pos, yang cukup tertutup dari luar.

"Sebentar ya..."

Polisi itu turun dari motornya, begitu pula Asep. Polisi itu membuka pos yang terkunci dengan gembok. Kemudian masuk.

"Dik, bisa tolong saya sebentar?" polisi itu memanggil Asep.

Seketika pula, pintu pos ditutup oleh polisi itu. Pos itu cukup luas dibanding pos pos polisi biasa. Mungkin ada dua kali tiga meter persegi. Lengkap dengan kamar mandi dan ruang gudang tempat menyimpan berbagai rambu rambu darurat.

"Bapak mau apa?"

"Namamu Asep kan?"

"Ii... iya pak, bapak tahu dari mana?"

"Saya sudah sering melihat kamu di perempatan itu menunggu angkot."

Tanpa berkata kata lagi, polisi itu membuka helmnya.

"Saya Togar, dan saya..." Togar mencengkam bahu Asep "... ingin menikmati kamu."

Polisi Togar mendorong Asep ke tembok, dan tanpa basa basi segera menyelomoti bibir Asep dengan ciuman ciuman yang tajam. Asep shock, antara kaget, takut, tapi juga senang. Baru pertama kali dia dicium lelaki.

"Boleh saya...?"

Asep tidak menjawab.

"Saya anggap, itu persetujuan kamu sep..."

Polisi Togar segera kembali menerjang Asep, mencium dan memagut bibirnya. Beberapa detik kemudian Asep seakan sadar.

"Silahkan pak..."

Polisi Togar mengganas, menciumi, memagut, mencupang Asep yang semakin tak berdaya di pelukan Polisi Togar yang masih menggunakan jaket. Polisi Togar menindih Asep ke dinding, menggesekkan badannya yang gempal, namun berotot ke badan Asep yang cukup berisi, namun tak terlatih akibat gagal masuk polisi.

Asep merasakan senjata Polisi Togar sangat keras menggumpal di selangkangannya. Dan tentu saja, Polisi Togar semakin intens menggesekkan kejantanannya yang berukuran cukup besar itu. Ke selangkangan Asep.

"Pak..."

Polisi Togar membuka jaketnya.

"Nama saya Togar, panggil saja bang Togar"

Asep semakin lemas ditindih oleh Polisi Togar. Bibir milik Polisi Togar kini sudah menjelajah ke leher dan telinga Asep. Tangan Polisi Togar membelai puting susu Asep...

"Ohhh..."

Puting susu Asep dipelintir oleh Polisi Togar.

"Kamu suka itu?"

Asep tak bisa menjawab. Polisi Togar bermain makin kasar. Srekk... dirobeknya kaos yang dipakai oleh Asep.

"Saya tahu, badan kamu pasti bagus."

Polisi Togar merunduk, mencari puting susu Asep. Dihisap dan dijilatinya kedua puting susu yang cukup besar itu. Asep menggelinjang. Polisi Togar menggigiti puting susu Asep dengan lembut diselingi gigitan gigitan kasar. Asep semakin panas dan melenguh lenguh.

Asep semakin mendekati puncak. Dia tak tahan ingin orgasme. Tapi Polisi Togar tahu. Polisi Togar menghentikan serangannya, dan membuka celana cokelatnya yang ketat dan ngepas, tanpa membuka sepatunya.

"Jilat, lalu isap."

Asep memperhatikan kontol biang kejantanan Polisi Togar. Asep menggenggamnya. Merasakannya. Kontol kejantanan polisi yang tampaknya begitu nikmat untuk disedot, dikulum, dijilat. Kontol Polisi Togar, berukuran sedang, mungkin hanya sekitar limabelas sentimeter. Tetapi seperti juga pemuda pemuda asal sumatera utara lainnya. Kontol Polisi Togar memiliki diameter yang luar biasa lebar.
Tanpa ragu, Asep menjilati kontol tersebut.

"Ohh..."

Polisi Togar melenguh ketika lidah panas Asep menari diatas kontolnya. Asep menjilatinya dengan penuh semangat. Kejantanan polisi ini sungguh luar biasa. Dia mencoba mengulumnya, memasukkan kepala kontol polisi itu ke dalam mulutnya.

"Yah... isap... isap yang dalam..."

Asep mengulum menaik turunkan kontol Polisi Togar. Memainkan bibirnya dilahnya di sepanjang limabelas senti kontol Polisi Togar yang berwarna cokelat. Kepala kontolnya semakin dihisap semakin mengkilat semakin gelap.

Polisi Togar berdiri, dengan kontol tegak ke arah Asep. Polisi Togar mengarahkan lagi kontolnya untuk dihisap oleh Asep, dan kali ini, dengan sedikit ekstra tambahan semangat. Polisi Togar memaksa Asep mengulum dan menghisap kontolnya sepanjang limabelas sentimeter dengan memegangi samping kepala Asep. Ketika Asep kehabisan nafas, Polisi Togar memberikan kesempatan, tetapi, Polisi Togar sama sekali tidak membiarkan kontol supernya keluar dari mulut Asep.

"Berdiri."

Asep berdiri.

"Telanjang."

Asep menelanjangi dirinya, dibukanya kaos yang dirobek oleh Polisi Togar tadi, dan dilepasnya celana panjangnya, dan sepatunya.

"Menghadap ke situ"

Krek... krek... ctak! Ctak! Polisi Togar memborgol Asep.

"turunkan pantatmu."

Asep tahu apa yang polisi itu mau. Asep berdiri dengan posisi sedikit nungging, menghadap ke jendela. Dan...

"Aghh..."

"Yeeeeeaaaa.... enak banget... sempit..."

Kontol Polisi Togar menembus lubang pantat Asep. Pelan pelan, kontol Polisi Togar didorong ke badan Asep, semakin dalam. Asep semakin merinding, sakit sekali.

"Tahan, sebentar lagi juga terasa enak."

Polisi Togar mendorong dan mengeluarkan kembali kontolnya ke lubang pantat Asep. Semakin lama semakin cepat.

"Enak banget lobang kamu..."

"Kontol bang togar juga gede banget."

Polisi Togar membalik Asep, dengan telentang beralaskan meja, Polisi Togar kembali mengentoti lobang pantat Asep. Cepat, keras dan besar.

"Oh bang... entotin saya terus bang... enak banget bang..."

Polisi Togar tak menjawab, tapi terasa kontolnya semakin bertambah besar di dalam lobangnya. Polisi Togar pun semakin ganas mengentoti Asep. Seorang polisi berseragam lengkap, hanya kontolnya yang keluar dari celananya itu mengigiti puting susu korbannya.

"Agh... baaaang... saya mau..."

Dan crooootttt... peju Asep keluar mengotori seragam Polisi Togar yang semakin ganas, akibat jepitan lobang pantat Asep yang sedang orgasme. Peju Asep muncrat tinggi, hampir sampai ke muka Polisi Togar. Polisi Togar tidak tahan, dan srettttt... Asep didorong Polisi Togar dengan kuat. Asep yang sedang bergelimang spermanya, merasa kontol kejantanan Polisi Togar sedang berkedut di dalam lobang pantatnya. Mengeluarkan peju yang banyak, untuk mengisi lobang pantatnya.

"Agh... setan! Enak banget pantat kamu!"

Polisi Togar mengambil saputangan dan membersihkan kontolnya yang mulai layu tapi tetap nampak besar itu, seragamnya dan tubuh Asep yang telanjang. Kemudian, Polisi Togar kembali memasukkan kontolnya ke dalam celana.

"Kamu, tunggu sini saja. Ada teman saya yang mau juga menikmati kamu."

Asep hanya tersenyum penuh arti, dan mulai membayangkan, seperti apa pemerkosa dia berikutnya.

Kisah perempatan terlarang yang memberi kenikmatan itu tidak diketahui banyak oleh penduduk kota kembang itu sekalipun. Namun, perempatan terlarang itu akan tetap memberikan kenikmatan, bagi siapapun yang terpilih.

Cerita tentang Asep yang diciduk dan dientoti oleh Polisi Togar, mungkin baru sebagian dari kisah Asep malam itu. Tapi Asep belum berani menceritakan siapa pemerkosa nomor dua setelah Polisi Togar...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan pendapat anda tentang sajian kami...