creative commons logo

share by nc nd

Artikel boleh diredistribusi/disalin dengan syarat ditandai penulisnya, tidak dijual, dan syarat ini tidak boleh dirubah. Baca selengkapnya.

Senin, 13 Maret 2006

A Story of My Live #3 (Hardcore Edition)

"Aku... Aku bersedia... Siap laksanakan" aku seperti masih dalam keadaan tak sadar. Ketika kang wira memasukkan cincin itu ke jari manisku. Tempat cincin perkawinan seharusnya diletakkan. Aku bergetar, dan air mataku mulai jatuh.

"kang... Letnan satu agung wirapati, maukah akang, mendampingi saya, membimbing saya, menjadi panutan saya, selamanya?" aku tak pandai memilih kata kata.

"aku bersedia." kang wira menjawab pendek.

Wisnu memberikan kotak kecil, di dalamnya ada cincin perak polos tanpa ukiran luar sedikitpun. Ada namaku terukir di dalamnya. Cincin tu begitu berkilau terkena cahaya api unggun yang kami nyalakan. Bergetar, aku memasang cincin itu di jari manis kang wira.

"bagaimana? Sah?" tanya riki.

"sah", "sah", "ya. Sah" asep, wisnu dan herman menjawab.

"kalau begitu, kalian berdua sah menjadi pasangan... Eee... Pasangan apa ya..." riki lagi.

"terserah lah..." kang wira menyahut.

"ya sudah, pak agung, anda boleh mencium pasangan anda."

lembut sekali... Kang wira menciumku... Agak lama...

"sekarang kamu sudah menjadi milikku, selamanya."

"akang tau? Saya rela menjadi milik akang, selamanya."

malam itu, kami berenam langsung tenggelam dalam suasana api unggun yang romantis. Aku baru tahu kalau riki sudah lama jadian dengan wisnu. Asep, ternyata sering "main" dengan banyak laki-laki. Dan herman, dengan berani, telah disunting seorang polisi lalu lintas.

Sampai malam, riki dan wisnu mengundurkan diri ke kamar tidur. Herman harus menemui kekasihnya yang sedang piket di kawasan dago. Dan asep dijemput oleh seseorang yang "minta jatah".

Aku berdua masih duduk dekat api unggun bersama kang wira. Menikmati malam berbintang. Kang wira memeluk erat. Mencium. Menghilangkan rasa dingin, dengan hal hal yang tak mungkin kuduga sebelumnya.

"masuk yuk..."

aku menyiram api dengan pasir, dan... Wow... Kang wira meggendongku. Di pelukannya, aku meraih lehernya yang kekar, mencium bau laki laki di dadanya... Aku ingin mendapatkan bau itu, lebih banyak lagi.

Pelan pelan aku ditidurkan di ranjang besar, entah siapa yang menghias, tapi malam itu, kami tidak butuh pln. Puluhan lilin melingkar di sekitar tempat tidur kami. Diatasnya, ditebarkan kelopak mawar.

Kang wira mulai menunduk, menciumku dengan lembut. Lama sekali, aku hampir kehabisan nafas. Ciuman itu lama lama makin panas, makin ganas. Tangan kami saling meremas apa saja yang bisa diremas. Punggung, tangan, dada, pinggul, rambut... Apa saja.

Sejenak kang wira melepas ciumannya. Aku memandang matanya. Berbeda sekali, pandangan penuh cinta yang tadi kulihat, sekarang bercampur dengan nafsu yang meledak-ledak.

Singa itu bangun. Dan mangsanya tak dapat berbuat apa apa...

Aku pasrah ketika kang wira merobek kaosku. Mengigit puting susuku. Aku menggelinjang. Rasanya tak tertahankan, antara sakit, dan nikmat. Tahu aku keenakan, kang wira terus menggigiti puting susuku.

"kang... Oh..."

"enak kan?"

pake nanya lagi. Saat itu, langsung kurobek pula kaos kang wira, dada bidang berotot dengan puting melenting keras tersaji di hadapanku. Kang wira merobek sisa bajunya. Dia sekarang telanjang dada. Memakai celana loreng, dan sepatu bootnya.

Aku beringsut. Dan langsung menerkam putingnya. Menggigitnya, memainkannya sampai dia berteriak, menggelinjang, kesetanan. Kubalik tubuhnya, kugigit lagi puting sebelahnya.

"aggghhhh...."

dengan susah payah, ditengah pergelutan nafsu, keringat yang membanjiri tubuh kami, kami berhasil melepaskan celana kami. Kang wira kembali langsung menindihku. Mengangkat kakiku, dan langsung menyodok lubang anusku yang masih perjaka itu.

"kang... Agh...."

"tahan prajurit..."

"kang..."

mili demi mili, kemaluan kang wira yang cukup gemuk itu berhasil menembus cincin pertama keperjakaanku. Rasanya sungguh sakit. Lebih sakit daripada yang pernah kubayangkan.

"kang... Sakit sekali."

"tarik nafas say... Biarkan aku memasuki tubuhmu. Rileks..."

aku menarik nafas, namun pantatku tak mau berkompromi, dan terus menjepit kontol kang wira. Akibatnya justru sebaliknya. Kontol kang wira semakin mudah masuk ke dalam anusku.

"aghhhhh... Kang..."

"sh... Sedikit lagi say... Sedikit lagi... Tarik nafas..."

dan... Buakkk... Sekali hentakan, kang wira memasukkan semua bagian kontolnya ke dalam lubangku yang sedang diperjakai itu...

"aghh... Uhk... Huk..."

tak terasa air mataku menetes... Aku menangis seperti seorang perempuan yang sedang diperawani oleh suaminya...

"shh... Yang... Sh..."

"maaf kang..."

berurai air mata, aku berusaha menggapai kepala kang wira... Aku ingin menciumnya, sangat ingin, melumat bibirnya yang jantan. Memeluk, menjambak, apapun yang dapat aku lakukan untuk mengurangi rasa sakit yang amat ini.

Kang wira mengerti, dia membungkuk. Dan kami berciuman kembali. Namun, kang wira mulai bergerak, dia menyentuh sesuatu!

"oh... Kang..."

kang wira diam saja... Pelan pelan dia memompa kontolnya di anusku. Semakin lama semakin cepat... Pelan lagi... Cepat lagi...

"kang......!!!"

kang wira terus memompanya di dalam tubuhku, rasa sakit itu telah lama hilang. Tergantikan oleh rasa nikmat yang mendera, tak terperikan. Aku sudah lama menginginkan perasaan ini. Terbang melayang tanpa perlu obat narkotik apapun. Yang aku butuhkan hanya sebuah kontol milik suamiku, yang menggenjot pantatku tanpa ampun...

"gimana... Masih tahan? Hmm?"

"iyah kang... Terus kang..."

plok... Plok... Plok... Plok...

Lama kami berada dalam posisi seperti itu sebelum kang wira membalikkan aku. Doggy style.

Plok... Plok... Plok... Plok... Posisi ini ternyata membuat tenaga dan kekuatan entotan yang dikeluarkan kang wira terasa lebih... Aku semakin terguncang dalam pelukan pinggulnya. Tanpa terasa, kasur kami semakin basah oleh keringat dan precum. Bau seks makin menggelora di ruangan itu.

Kang wira jatuh terduduk. Sementara kontolnya masih terbenam di pantatku... Aku mulai menindihnya. Aku membuktikan kalau aku adalah orang terbaik di batalion soal squat jump. Buktinya, aku sanggup melakukannya sampai 10 menit. Padahal, dengan kontol kang wira semakin menggesek dinding pantatku, hal ini tidak mudah, karena membuat aku semakin lemas.

Kini giliran aku yang jatuh. Kembali, kang wira menindihku dan memasukkan kontolnya...

"yang... Kalau saja kamu bisa hamil. Aku pasti bangga, punya anak darimu."

genjotan kang wira semakin keras... Dan... Semakin keras... Aku menggelinjang. Aku tak dapat menahan beban lagi. Semuanya sudah tertumpu di satu titik. Titik itu akan segera pecah...

"aghhhhhhhhhhhhhhhhhhhh..."

crotttt, crrrrroooooottttttttttt... Crrrottttt croooooooootttt.....

Pejuku tumpah di dada dan muka kang wira, sepertinya puluhan liter peju telah keluar tak henti henti dari kontolku. Sementara anusku bereaksi menjepit kontol kang wira... Dan...

Serrr... Crttttt.... Crrrttt.... Srrrrr....

Aku merasakannya... Peju kang wira membasahi dinding anusku...

Satu menit kamu bergetar. Menikmati orgasme yang tiada tara nikmatnya.

Semuanya reda. Kami terengah engah, kang wira kembali menciumku... Kali ini, sangat lembut.

"shhh... Gus... Terima kasih..."

kang wira membelai rambut cepakku. Aku tak dapat berkata apa apa. Tangisanku kembali pecah. Aku memeluknya. Membalas ciumannya.

"kang, kalau saja sperma yang akang tanamkan tadi bisa menjadi bayi buah cinta kita..."

"sh... Sudahlah... Jangan berandai andai. Untuk saat ini, hanya kamu saja yang kuinginkan selalu ada disampingku."

kontol kang wira pelan-pelan mulai terbebas dari jepitannya. Dan aku melihat darah! Sepertinya ada yang luka, anusku, atau kontol kang wira.

"ternyata kamu benar benar masih perjaka say..."

aku hanya tersenyum, dan menciumnya...

Kami tertidur. Malam pertama ini sungguh melelahkan.

===== ===== ===== =====

kebiasaan sebagai prajurit sepertinya sudah mulai memasuki kehidupanku. Walau hari ini adalah hari pertamaku di alam bebas, aku tetap bangun pukul 4.30 pagi. Kulihat kang wira masih tidur.

Aku menatapnya lama sekali, aku mulai dirundung ketakutan. Sesuatu yang diawali, harus pula diakhiri. Kapan hubungan ini akan berakhir? Akankah dia memilih karir daripada aku? Akankah dia tertarik kepada orang lain? Aku sendiri? Akan ditugaskan kemana? Bagaimana jika kami tugas berjauhan dan terpisah untuk waktu yang lama?

Aku benar benar tak ingin kehilangan dia. Kukecup keningnya. Aku langsung menuju kamar mandi. Pintu kubiarkan terbuka. Aku membersihkan sisa sisa seks semalam. Kecuali, sperma yang tertanam di pantatku. Aku tak membersihkannya semoga mereka sudah menyerap dan menjadi satu dengan tubuhku.

Pelukan hangat kembali menyergap ketika aku sedang menyabuni badanku.

"eh... Sudah bangun kang."

selanjutnya kami mandi bersama, ternyata lebih sensual dari apa yang kubayangkan. Walau tanpa seks sekalipun.

Dengan terbalut celana boxer kecil, suhu bandung utara yang sangat dingin mulai menusuk. Aku menuju dapur. Ternyata riki dan wisnu sudah disana.

"...nggak."

"hei... Dah pada bangun."

"kami nggak tidur kok." wisnu menjawab.

"iya... Suara kucingnya ribut banget, jadi ga bisa tidur deh..." tambah riki.

Aku hanya tersipu malu. Dua temanku ini penampilannya tak jauh beda dengan aku. Maksudnya mereka juga hanya memakai celana boxer.

"kopi gus?"

"nggak ah, ada teh nggak?"

"ada tuh. Aku dah masak air kok."

aku membuat dua gelas, dan kang wira menyusul ke dapur. Riki dan wisnu, kebiasaan...

"selamat pagi ndan!"

"pagi. Biasa aja kale, hari ini kan libur..."

kami tertawa.

===== ===== ===== =====

"yang, aku nemu rumah kecil, bagus deh. Kita lihat kesana yuk?"

rumah yang kang wira sebutkan memang bagus. Imut. Cukup untuk ruang gerak kami berdua. Sebagai "sarang cinta" kami. Rumah itu terletak di sebuah komplek, tak jauh dari markas kami.

Kang wira menjadi semangat untuk mencari rumah bagi kami berdua, setelah riki dan wisnu sukses mendapatkan ijin untuk tinggal di luar markas. Padahal mereka masih "bujangan".

"tapi, kamu ya yang ngomong ke pak irman?"

kang wira melotot.

"bareng donk."

"ogah. Alesannya apa? Kalo ga ada alesan bagus mana mau dia ngasih?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan pendapat anda tentang sajian kami...