creative commons logo

share by nc nd

Artikel boleh diredistribusi/disalin dengan syarat ditandai penulisnya, tidak dijual, dan syarat ini tidak boleh dirubah. Baca selengkapnya.

Rabu, 10 Agustus 2011

Tentara Itu...

Gw udah nggak tahu berapa lama waktu berlalu, duduk manis sambil liat orang lalu lalang di stasiun Kiaracondong Bandung, sementara KRD yang ke Cimahi belum datang juga.

Hari ini gw pengen berenang di Cimahi. kata orang gw aneh, padahal banyak kolam renang di tengah kota dan gw lebih memilih ke Cimahi. Jauh kan dari Kiaracondong. Ah gw cuma pengen jalan-jalan aja sebenernya. Ngebunuh waktu senggang.

Oh iya, nama gw Yanto, asal... bingung. Sebab tempat gw dilahirkan nggak sama dengan tempat gw dibesarkan. Gw lebih merasa terikat dengan tempat gw dibesarkan daripada dilahirkan. Gw baru aja lulus SMA, hampir 18 tahun. Ya paling dua bulan lagi lah. Bodi, lumayan... nggak kurus nggak gemuk. Ideal? Nggak juga, karena gw diatas "aturan" bodi ideal.

Jam udah hampir ke arah angka 1, padahal ini KRD harusnya datang sekitar jam 12.15an. Telat banyak. Kenapa ya?

"Jalur 3 dari arah timur..."

aha, akhirnya datang juga.

"... akan masuk KA. Serayu, tujuan Purwakarta, Bekasi, Jatinegara, Pasar Senen dan berakhir di Jakarta Kota..."

lho. Prek, kirain KRD.

"... dan mohon maaf untuk penumpang KRD Ekonomi, kereta anda masih berada di stasiun Haurpugur."

Hah! Haurpugur sampai Kiaracondong setidaknya setengah jam! Belum ke Cimahinya bisa sejam! Payah nih. Dalam hati sebenernya udah males berenang. Sampai Cimahi jam 2, paling berenangnya cuma sejam setengah. Nggak seru ah.

Di jalur 3 meluncurlah KA. Serayu yang dijanjikan akan masuk. Lumayan penuh. Kayaknya nerima limpahan dari KRD juga. Gw yang duduk di peron 4 nyingkir dikit karena yang turun dari kereta ini biasanya rada banyak. Dugaan gw gak salah, berhamburanlah itu segala macam nenek-kakek, ayah-ibu, adik-kakak, bayi-dewasa dari kereta. Termasuk... dua tentara dengan tas ransel segede gabannya.

Mata gw secara sengaja menatap dua tentara yang baru turun itu. Cakep banget. Umurnya masih muda. Mungkin baru awal 20an. Dengan seragam PDL yang agak ngetat. Padahal biasanya di umur 20an seragam PDL itu masih longgar.

Sementara gw sibuk menatap keindahan mereka, dan mereka sibuk membenahi barang barangnya yang baru diturunin dari kereta, gw ditoel dari belakang. Gw membalik dan.

"... mas, kereta yang ke Cimahi masih belum lewat kan?"

O... Fuck...

Yang ini lebih sedap dipandang mata daripada yang dua sebelumnya. Berapa detik gw jadi bengong sendiri. Dan untungnya gw bisa menguasai diri dan kemudian menjawab...

"belum, tapi yang ini kayaknya berhenti di Cimahi juga."

"nggak bisa mas, saya mau nganterin temen saya dulu..."

Dia senyum yang menurut gw manis banget. Namanya tertulis Bernhard N. Dan gw memandangi tubuhnya dari atas sampe bawah, rambutnya yang masih klimis rapi pendek a'la Calon Taruna yang baru masuk Akmil, otot lengannya yang dilatih dengan baik. Tapi gw taksir memang dia punya bakat badan yang bagus, alias figurnya yang bagus.

"Kalo angkot ke Kodiklat naik yang mana ya mas?"

"Oh naik yang ijo bawah kuning aja. Bisa turun di bagian samping kalo nggak depan Pussenif, eh Pussenif kan?"

"Iya."

Dia kembali senyum pepsodent 1000 watt. Dan gw berasa semakin meleleh.

"Makasih ya mas..."

Dan kemudian dia menemui dua temennya yang ternyata emang yang gw pelototin sebelumnya. Bernhard ini memang keluar terpisah dari pintu yang satunya. Dia nge-briefing temennya dikit, lalu kemudian kembali menatap gw dan dadah sambil mengangguk.

Gw pun ikut ngangguk, makasih.

Alah rasanya indah banget siang-siang dapet pemandangan kayak gitu. Dan gw pun termenung gimana ya kalo dia jadi pacar gw, gimana ya kalo... gimana ya kalo...

Halah pikiranmu kemana sih, wong belum tentu dianya juga inget sama kamu Yanto. Keluar stasiun juga paling was wes lupa.

KA. Serayu kemudian diberangkatkan kembali. Nggak berapa lama, panggilan tiket untuk KRD ke arah barat pun diumumkan. Gw yang sudah beli tiket tenang aja, bentar lagi kereta dateng.

Dan kemudian bahu gw ditepuk lagi. Ya tuhan, Bernhard balik lagi dengan ransel di punggungnya.

"Belum dateng kan?"

Dan gw kembali ablab ebleb ngejawab si tentara ini.

"Ah... eh... belum, bentar lagi."

"Kok kayak nervous gitu sih."

Dia ketawa kecil. Gw ikutan, padahal aslinya... ngng... gw lebih sibuk pengen milih antara jaga mulut atau jaga selangkangan. Bukan gw mau pipis tapi gw rada gak nahan liat tentara muda secakep dia di depan mata gw. Kalo dunia ini cuma isi kita berdua, mungkin udah gw makan dari tadi.

"Ah enggak."

"Jalur 3 dari arah timur...", speaker stasiun kembali teriak-teriak mengumumkan kedatangan KRD.

"Ah itu dia."

"Mau kemana emang."

"Ke Cimahi juga, mau renang."

"Jauh banget renang dari sini ke Cimahi?"

"Soalnya renang disitu murah sih dibanding di tengah kota."

Gw ketawa kecil. Dia juga.

"Ayo bareng aja kalo gitu, saya juga pengen liat sekalian kolam renangnya. Saya juga suka berenang. Oh iya, saya Bernhard Naputupulu. panggil aja Ben."

"Yanto Setianto"

Dan kemudian salaman. Tangannya gede, kekar, tapi salamannya lembut tapi juga ada ketegasan.

"Sunda?"

"Bukan, cuma lama di sunda. Sejak kuliah."

"Oooh, biasanya kalau nama-nama yang diulang gitu kan orang sunda."

Gw cuma nyengir, dia kembali senyum manis. Dan kita kemudian naik kereta yang nggak gitu penuh. Mungkin karena sebagian penumpangnya udah naik Serayu tadi. Ahasil gw dan Ben dapet duduk di kereta paling belakang, yang emang biasanya kosong.

"Di Cimahinya di mana?"

"Saya sih baru dipindah kesini dari Yogya dines di Pusdikhub. Daripada naik kereta yang dari Surabaya nyampenya malam, makanya mending naik Bis dulu ke Kroya."

"Ooh, Pusdikhub, deket lho itu sama stasiun Cimahi, nggak jauh kok."

"Oh iya? Tapi saya nggak tinggal di dalem. Kemarin sudah kontak temen yang ngekos di sekitar...", Ben ngebuka dompetnya dan ngambil catetan alamat yang rada kucel "... Pasir Kumeli. Suruh ngganti dia yang pindah ke Jakarta."

"Wah deket banget donk sama kolam renangnya."

"Oh ya? Kalo gitu, bisa lah kayaknya kamu temenin saya dulu taruh barang, lalu kita berenang bareng gimana?"

Kalo boleh pingsan ditempat gw pasti udah pingsan. Ngeliat orang secakep dia berenang? Alias setidaknya cuma kolor doang? Mimpi apa gw semalem? Dan muka gw memerah.

Kelakuannya lebih bikin gw geregetan. Dengan sengaja gak lama setelah duduk, dia menyenderkan bahunya ke gw. Bukan sender karena kereta penuh, masih banyak ruang kok di kereta itu. Plus tangannya merangkul gw sambil duduk. Makin banyak alasan gw untuk pingsan di tempat.

Ben kemudian cerita dikit dikit soal kegiatannya selama ini di Yogya, dimana dia tugas sebentar banget setelah keluar dari Akademi Militer Sekolah Calon Bintara. Bahkan katanya dia baru lulus dari Akmil Secaba nggak lebih dari 4 bulan yang lalu! Ben dipindah ke Bandung karena Pusdikhub butuh orang yang pinter di bidang telekomunikasi dan radio.

Dan gw pun menceritakan hidup gw yang serba lonely. Apalagi ibu gw yang meninggal hampir 3 tahun yang lalu karena penyakit kanker yang sayangnya baru diketahui sudah pada stadium akhir. Kemudian gw juga cerita kalau gw tertarik di bidang komputer dan jaringan.

Kereta pun memasuki stasiun Cimahi.

"Ayo To!"

Dan kemudian dia menggenggam tangan gw dan membantu turun dari kereta. Cimahi emang nggak punya platform peron di jalur 1. Biasanya gw misuh-misuh, tapi karena hari ini ada yang bantuin turun. Apalagi tentara cakep, boro boro mau misuh-misuh.

Dan kita berdua jalan ke Pasir Kumeli, sempat nyasar karena memang di sekitar Pasir Kumeli banyak sekali gang-gang kecil tempat kos kosan tentara. Setelah ketemu alamat yang dia tuju, kemudian ketemu yang punya kosan, dapetlah kunci.

Kata yang punya kosan, Alfred penghuni sebelumnya udah bilang kalau temennya bakal nempatin kosan dia. Kamarnya lumayan besar, ada kamar mandi di dalam. Jendela langsung ke pemandangan luar. Sudah ada lemari, meja lesehan yang bisa dilipat, sama kasur lantai. Enak juga.

Gw berbisik, "berapaan?"

"Tigaratus limapuluh, belum listrik, air bebas." Ben membisikkan lagi harga sewa kosan itu ke telinga gw.

Dan kemudian yang punya kosan meninggalkan ruangan tinggal gw dan Ben aja.

"Duduk aja dulu ya, aku mau masukin dan ganti baju dulu."

Ben kemudian membongkar ransel besarnya dan menata seragamnya di lemari kecil. Pakaian Dinas Harian sama Pakaian Dinas Lapangannya digantung ke kapstok yang built in di belakang pintu. Dibongkar juga berbagai peralatan militernya seperti sabuk, pisau, helm, dan peralatan survival dan hari-harinya.

Setelah bongkar-ongkar barang yang nggak gitu banyak, dengan tanpa malu sedikitpun, Ben ganti baju di depan gw, Seragamnya dibuka sampe tinggal kolor doang. Mau gak mau gw melihat tubuhnya yang nyaris cokelat terbakar matahari. Ben orang lapangan.

Hampir aja gw ketauan ngences, karena gw merasa liur gw udah diujung bibir. Dan Ben membalikkan badan.

"Ayo kita renang!"

Perjalanan ke kolam renang juga nggak lepas dari rangkulan Ben ke bahu gw, dan gw hanya bisa mendesah dan tarik napas dalem atas rangsangan yang gw pikir tidak seharusnya dilakukan oleh tentara cakep ini.

Gw merasa jadi bagian dari dia, setiap bicara sama dia, dia selalu kasih senyum yang paling manis buat gw, dia tertawa sama gw, menceritakan pengalamannya di Akademi Militer Secaba, dan lain lain.

Di kolam renang, Ben nyebur duluan daripada gw, dengan celana renangnya yang tentu saja berwarna hijau gelap. Seksi banget. PAs dengan tubuhnya yang setelah dibuka berbadan cukup juga, belahan ototnya nggak terlalu berlebihan kayak binaraga. Lemak juga ada sedikit. Yang setelah gw pelajari ternyata itulah bentuk tubuh orang yang kuat secara fisik, bukan hanya indah.

Ben ternyata perenang yang baik, dia sudah menguasai empat gaya. Sedangkan gw yang baru bisa gaya dada sama sedikit gaya bebas nggak mampu berkutik di depan dia. Gw cuma bisa bolak balik sedikit, sambil memandangi Ben yang dari atas dan bawah air. Ternyata tonjolannya gede!

Setelah beberapa lama Ben bolak balik. Dia menghampiri gw di sudut kolam. Sambil nyemangatin gw.

"Ayo To! Kok diem aja."

Nyengir lagi.

"Bingung, liat kamu Ben, renangnya udah jago."

"Lama lama kamu juga bakalan bisa kok."

Karena kita berdua datang sudah hampir setengah empat. Makanya kita cuma bisa berenang kurang lebih satu jam. Setengah lima kita masuk ruang ganti baju. Sambil bilas badan, gw kembali disuguhi pandangan close up badannya Bernhard yang... Ah. Pengen banget gw meluk dia.

"Kamu... habis ini... kemana?", sambil sikat gigi Ben nanya apa yang bakal gw lakuin setelah renang.

"Pulang.", gw jawab dengan nada agak kecewa. Gw akan berpisah dengan Ben.

Dipikir pikir, gw males pulang. Gw pengen menghabiskan waktu sama Ben. Tapi badan gw dan pikiran gw capek banget, terus menerus disirami pemandangan serba seksi tapi nggak lacur dari Ben! Dan gw gak tau kalau gw tetep disitu, bakal kuat gak gw menghadapi serangan hormon testosteron Ben.

"Udah, kamu temenin saya aja, kan besok hari minggu, sekalian temani saya keliling kota."

Apa? Gak salah? Diajak balik ke kamarnya? Gw tiba-tiba lemes. Dan sebelum gw sempat mikir...

"Iya bang, boleh."

Suara darimana itu? Oh itu suara gw! Gw meleleh di depan tentara itu!

Gw dan Ben mengeringkan diri dan kemudian gw ganti baju. Ben dengan kaos sipil standar tentaranya, maksudnya dengan motif strip. Kita keluar dari kolam renang hampir saat kolam tutup. Sampe di gang, dekat kosan. Rangkulan Ben berubah menjadi genggaman tangan. Dan dia setengah keburu-buru ke kosan.

Mungkin mau pipis.

Ben ngebuka pintu kamarnya, dan mempersilahkan gw masuk.

Tiba tiba gw didorong ke tembok, tangan Ben menahan bahu gw, gw kaget dan terengah gak hanya karena barusan jalan agak cepet. gw lihat muka Ben jadi serius.

"Umur berapa kamu tadi?"

Gw kaget...

"Hampir 18 bang."

"Bagus..."

Dan Ben kemudian mengadahkan muka gw dengan tangannya yang kekar mencocokkan dengan mukanya, dan secara perlahan, dia mencium gw tepat di bibir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan pendapat anda tentang sajian kami...